![Ilustrasi (ash/detikINET) http://images.detik.com/content/2014/10/03/398/153917_kompanaksekolahash200.jpg](http://images.detik.com/content/2014/10/03/398/153917_kompanaksekolahash200.jpg)
Banyak pengguna internet di Indonesia yang mengeluhkan leletnya koneksi.
Punya jaringan internet mumpuni dengan kecepatan tinggi, apakah masih
sekadar mimpi?
"Tidak, internet Indonesia bisa lebih ngebut lagi dari sekarang". Demikian suara optimisme Ketua Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Sammy Pangerapan kepada detikINET, Jumat (3/10/2014).
Sammy mengakui jika saat ini kecepatan internet di Indonesa masih seperti 'siput' alias lambat. Pun demikian, bukan berarti para pemangku kepentingan di industri ini menutup mata dan tak berbuat apa-apa.
APJII pada tahun 2018 memiliki target untuk lebih gesit menggeber penetrasi internet sampai 80% dengan rata-rata kecepatan 6 Mbps.
Target ini pun dianggap bukan mimpi di siang bolong, tapi memungkinkan jika pemangku kepentingan terkait juga saling mendukung.
Pemerintah misalnya, dengan PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) Kementerian Kominfo yang sebesar Rp 13 triliun per tahun, diharapkan dapat lebih berkontribusi dalam pembangunan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi.
"PNBP Kominfo itu Rp 13 triliun per tahun, jika dikembalikan kepada industri untuk percepatan pembangunan infrastruktur tentu bakal berpengaruh kepada internet di Indonesia," ujar Sammy.
Terkait data Akamai, perusahaan cloud dan internet monitoring, yang
menempatkan Indonesia di posisi 101 dalam hal kecepatan internet dengan
rata-rata 2,5 Mbps, Sammy justru punya penilaian lain.
Menurut Sammy, sejatinya kecepatan rata-rata Akamai itu masih terlalu bagus untuk Indonesia. Sebab sebenarnya kecepatan internet di Tanah Air lebih lambat lagi.
"65% pengguna internet Indonesia itu dari seluler. Di ponsel kamu bisa dapat 256 Kbps sudah senang banget," tukasnya.
Sammy juga mengungkapkan tiga hal yang jadi penyebab internet Indonesia lelet. Yaitu soal penyebaran, kapasitas dan pembangunan infrastruktur.
Penetrasi internet nasional secara rata-rata masih berada di angka 28%. Ini menjadi permasalahan awal lantaran penyebaran penetrasinya tidak merata di setiap kota.
Kedua, soal kapasitas. Menurut data yang dimiliki APJII, Indonesia pada akhir tahun 2013 punya 71,19 juta pengguna internet. Dimana 65% di antaranya berasal dari pengguna seluler.
"Berarti harus ada strategi khusus untuk meningkatkan kecepatan internet di seluler. Karena kalau seluler dibenahi, kontribusinya itu sudah di atas 60%," kata Sammy.
Menurut Sammy, sejatinya kecepatan rata-rata Akamai itu masih terlalu bagus untuk Indonesia. Sebab sebenarnya kecepatan internet di Tanah Air lebih lambat lagi.
"65% pengguna internet Indonesia itu dari seluler. Di ponsel kamu bisa dapat 256 Kbps sudah senang banget," tukasnya.
Sammy juga mengungkapkan tiga hal yang jadi penyebab internet Indonesia lelet. Yaitu soal penyebaran, kapasitas dan pembangunan infrastruktur.
Penetrasi internet nasional secara rata-rata masih berada di angka 28%. Ini menjadi permasalahan awal lantaran penyebaran penetrasinya tidak merata di setiap kota.
Kedua, soal kapasitas. Menurut data yang dimiliki APJII, Indonesia pada akhir tahun 2013 punya 71,19 juta pengguna internet. Dimana 65% di antaranya berasal dari pengguna seluler.
"Berarti harus ada strategi khusus untuk meningkatkan kecepatan internet di seluler. Karena kalau seluler dibenahi, kontribusinya itu sudah di atas 60%," kata Sammy.
Hanya saja, pembenahan kecepatan internet di industri seluler tak bisa
dilakukan dalam sekejap. Pasalnya, ada isu soal spektrum frekuensi di
sini.
"Masalah seluler itu di spektrum, harus di-upgrade. Kapasitasnya kalau di luar negeri itu minimal mendapat 30 MHz, namun di Indonesia jauh dari itu," lanjutnya.
Alhasil, pilihan untuk memangkas jumlah operator patut dipikirkan sehingga kue frekuensi yang dibagikan jadi lebih besar ke tiap operator.
Ketiga adalah soal pembangunan infrastruktur. Jika dilihat di Korea Selatan yang selalu didaulat sebagai negara dengan internet paling cepat, pengguna di Negeri Ginseng banyak yang memanfaatkan jaringan kabel yang masuk ke rumah-rumah.
Berbanding terbalik dengan Indonesia, dimana pembangunan infrastruktur kabel mengalami stagnasi, dan masih rendah pula.
Dan secara nasional, ini juga harus didukung oleh program pemerintah yang sudah mandek, yakni Palapa Ring.
Palapa Ring menjadi salah satu proyek yang dicanangkan pemerintah lewat Indonesia Broadband Plan (IBP) yang membutuhkan anggaran Rp 278 triliun. Sementara itu, khusus untuk pembangunan serat optik Palapa Ring diprediksi membutuhkan anggaran Rp 14 triliun.
"Jadi kalau ketiga hal itu bisa dikejar, maka internet Indonesia bisa lebih ngebut lagi," Sammy menandaskan.
"Masalah seluler itu di spektrum, harus di-upgrade. Kapasitasnya kalau di luar negeri itu minimal mendapat 30 MHz, namun di Indonesia jauh dari itu," lanjutnya.
Alhasil, pilihan untuk memangkas jumlah operator patut dipikirkan sehingga kue frekuensi yang dibagikan jadi lebih besar ke tiap operator.
Ketiga adalah soal pembangunan infrastruktur. Jika dilihat di Korea Selatan yang selalu didaulat sebagai negara dengan internet paling cepat, pengguna di Negeri Ginseng banyak yang memanfaatkan jaringan kabel yang masuk ke rumah-rumah.
Berbanding terbalik dengan Indonesia, dimana pembangunan infrastruktur kabel mengalami stagnasi, dan masih rendah pula.
Dan secara nasional, ini juga harus didukung oleh program pemerintah yang sudah mandek, yakni Palapa Ring.
Palapa Ring menjadi salah satu proyek yang dicanangkan pemerintah lewat Indonesia Broadband Plan (IBP) yang membutuhkan anggaran Rp 278 triliun. Sementara itu, khusus untuk pembangunan serat optik Palapa Ring diprediksi membutuhkan anggaran Rp 14 triliun.
"Jadi kalau ketiga hal itu bisa dikejar, maka internet Indonesia bisa lebih ngebut lagi," Sammy menandaskan.
sumber : detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar